Jumat, 29 Agustus 2014

A Friend's birthday story

Hoam, 
sudah pagi lagi...
Uh, dan kembali menjalani rutinitas sejak umur 6 tahun... pergi ke sekolah.
Ups! Sebaiknya aku cepat atau aku akan terlambat (lagi).


Kelas pagi ini dibuka dengan pelajaran bahasa Inggris, yang diajar oleh seorang guru yang baik, dengan gaya mengajar yang unik. Sayang, aku tidak terlalu aktif di kelas beliau, tidak seperti beberapa teman di kelas. 

Oh! Bel masuk berbunyi!

Eh, tunggu! Rasanya tidak ada tugas, tapi kenapa Iin dan Merlin ke depan menenteng buku? Ah, biar saja. Mereka berdua memang kamus berjalan dan menyukai pelajaran bahasa Inggris.

"WHAT IS LOVE?"
Sepertinya aku tidak salah baca. Kacamata minus 3 ini masih baik fungsinya. Kalimat itu yang baru saja ditulis oleh beliau.  WHAT. IS. LOVE.

"Apa ada yang bisa menjelaskan apa yang baru saja saya tulis di papan?"
Tak ada tangan yang teracung ke atas. Tampaknya semua sedang memikirkan jawabannya, atau mungkin malah pikiran mereka masih mengawang-awang. hehehe.


"Bobby! Coba kamu yang jelaskan, ayo sini!"

Hah? Aku? 
Haish, dengan enggan aku melangkah maju. Padahal, belum ada sepatah katapun yang terpikirkan. Apanya yang harus kujelaskan? 

"Ayo, Bobby. Coba jelaskan."

Kini hampir empat puluh pasang mata menatap ke arahku. Dan sialnya, masih tidak ada kata yang terpikirkan. Aku sendiri pun tak pandai mendeskripsikan apa itu cinta.

Beberapa menit berlalu, aku masih berdiri di depan kelas dengan mulut terkunci. 
"Love is... Love is... Saya ga tahu, Bu." Akhirnya, hanya itu yang bisa kuucapkan.

"Hm.. coba pakai yang alat peraga," ujar beliau sembari memberikan... penghapus papan, "Coba kamu ekspresikan menggunakan alat ini."

Penghapus papan tulis? Hmmm... Ah, bagaimana jika...

"Apa perlu bantuan lagi, Bobby? Hm.. Kamu punya teman dekat di kelas?" tanya beliau.

"PUNYA, Buuuuuuuuuu!" seru mereka. 

Akhirnya seorang teman perempuan yang memang dekat denganku maju ke depan, diiringi dengan "CIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!" yang membahana ke seluruh penjuru kelas. 

Hm, aku tak terlalu peduli dengan sorakan itu. Ha! Aku memang tak suka meributkan hal-hal kecil. Toh, mereka juga pasti bercanda, biasalah, anak muda. Haha. Jadi, aku merasa biasa saja. Yang kupikirkan hanya APA YANG HARUS KU JELASKAN TENTANG PERTANYAAN INI.

Aku punya ide!

Kuberikan penghapus papan itu padanya, kubayangkan benda itu sebagai sesuatu, anggaplah seperti roti. Hehe. Lantas aku berjalan menjauh sembari menggumamkan, "No, no. It's for you. Free."

Sepertinya kata berhasil masih jauh dari inginku. Tak berhasil juga, beliau pun meminta temanku duduk. Sedang aku? setia berdiri di depan kelas. Entah sampai kapan. Otakku rasanya sudah kehabisan ide. Aku memang tidak kreatif sepertinya ya.

"Jadi, Bobby, kamu tidak bisa mendeskripsikannya?"

"Susah, Bu..."

Tiba-tiba tiga orang teman dekatku yang lain masuk ke kelas membawa kue ulang tahun. Nyanyian selamat ulang tahun berkumandang di kelas dengan keras. 

Seseorang menyodorkan kue tart persegi sederhana dengan tulisan "Happy 17th birthday, Bobby!" plus lilin dengan angka 17 dan gambar RAKET!!! Badminton! Whoa! Duniaku!

Tepuk tangan menggelegar saat aku meniup lilin. Guru bahasa Inggris kami maju dan menyalamiku, yang disusul dengan semua teman-teman.

Aku tak bisa berkata apa-apa selain mengucapkan terima kasih atas perhatian mereka. Rasanya, seumur hidup, baru kali ini aku mendapat kejutan ulang tahun.

Sejenak kemudian... baru aku tersadar, jadi selama hampir 30 menit tadi itu, aku hanya dikerjai? Hahahhaa. Niat sekali mereka. Aku benar-benar tak mengira jika aku sedang dikerjai, aku betul-betul serius menanggapi pertanyaan dari guru.

"Nah, Bobby. Ya, saya minta kamu maju karena ide dari teman-teman kamu untuk mengerjai kamu sedikit. hehehe. Tapi, saya kira kamu sudah dapat jawaban dari pertanyaan saya," ujar beliau lembut setelah aku kembali ke kursi ku dengan senyum sumringah.

"Tugas! untuk semua, dan juga untuk kamu, Bobby, tulis sebuah esai mengenai cinta atau kasih sayang, in English, of course."

Seisi kelas kembali tersadar bahwa sekarang jam belajar. Hehe.

hei! Rasanya aku sudah menemukan apa itu cinta!

Cinta bukan hanya tentang perasaan kepada pasangan, 
Cinta tak harus berupa ungkapan "I love you"

Menyiapkan sebuah pesta kejutan kecil untuk seorang teman dengan penuh ketulusan juga termasuk cinta.

Karena inti dari cinta adalah...

ketulusan untuk memberi, untuk peduli...


P.s: Rasanya aku tahu siapa si pemberi ide untuk kejutan ini. Dasar sobat ghibah Leo!

Minggu, 17 Agustus 2014

My 4-leaf clover story

Sebelumnya, 
Dirgahayu Indonesia! Enam puluh sembilan tahun berlalu sejak bendera merah putih kebanggaan pertama berkibar. Semoga Indonesia-ku jaya selalu, terjaga persatuan meski terbentang dari Sabang hingga Merauke.

Merdeka!

Ah, kebetulan sekali perayaan ini jatuh pada hari Minggu. Ehm, apa ada yang kesal karena hal ini? hihihi. *evil smirk*
Sudahlah, Kawan. :)

Hari Minggu... Hari Minggu...
Sepertinya otak saya sudah diatur dengan mode default bahwa hari Minggu itu harinya kartun. Hehe. Maklum, saya masuk generasi yang lahir pada era setiap akhir pekan selalu bertemankan Doraemon, Detective Conan (Dulu Det. Conan disiarkan setiap hari Minggu), Crayon Shinchan, dan lain sebagainya. Mulai jam 7 pagi hingga tengah hari, tak henti film animasi yang "ajaib" itu menemani saya. Dan saya bersyukur saya besar bersama kartun-kartun tersebut. :)

Namun, beberapa tahun belakangan, saya jarang menonton kartun Minggu pagi. Sampai tadi pagi, sembari sarapan, saya berinisiatif menyalakan tivi dan TADA! Crayon Shinchan! Dulu image bocah yang sekolah taman kanak-kanaknya tidak pernah selesai ini agak... Tapi sepertinya sudah berubah ya? I personally think that he is a nice and caring brother to Himawari and good friend for his pals.

Sembari mengunyah nasi gemuk, mata saya terpaku pada televisi. Sayang saya tidak menonton dari awal cerita. Sesaat TV menyala, tampak Shinchan dan teman-temannya berada di pinggiran sungai, mencari sesuatu-semacam tanaman- yang sayangnya, tak mereka temukan, namun malah menemukan sebuah dompet. Ketika mereka berbondong-bondong ke kantor polisi untuk menyerahkan dompet tersebut, saya sempat berpikir, jika anak-anak berusia 5 tahun di sana sudah mengerti untuk tidak mengambil apa yang bukan haknya, bagaimana dengan generasi (sangat) muda kita di sini? Apakah mereka akan berbuat hal yang sama? *sigh*

Selanjutnya, di sekolah, Masao terlihat muram. Sepertinya masih sedih karena tak menemukan tanaman yang ia inginkan. Gemas rasanya melihat bagaimana teman-temannya menghiburnya dengan menjanjikan akan mencari lagi selepas sekolah. Ah, ternyata mereka mencari Clover leaf. Bukan sembarang clover leaf, melainkan 4-leaf clover yang notabene langka.

Clover leaf, atau dalam bahasa Indonesianya Daun Semanggi, biasanya hanya berhelai tiga. Jika menemukan empat helai, artinya anda sangat beruntung karena kemungkinannya 1:10.000!! Mungkin dari sinilah muncul legenda barang siapa yang memiliki dan menyimpan 4-leaf clover hidupnya akan dipenuhi keberuntungan.

Aaaah, mungkin anak-anak yang selalu kecil ini diceritakan oleh guru mereka tentang legenda tersebut. Dan Masao, ingin sekali memilikinya agar hidupnya beruntung. Melihat Masao yang bersedih karena belum menemukan daun keberuntungan itu, gurunya, berkata, "Kamu tidak perlu mencari daun itu terlalu jauh, karena bisa saja daun itu ada di dekatmu." Beliau kemudian menggendong Masao dan Masao menemukan daun itu dalam sekejap mata, daun semanggi berhelai 4 itu ia temukan dalam teman dekatnya yang sedang berkumpul untuk menyusun rencana mencari daun untuk membuat Masao bahagia. 

Kemudian, Masao tertawa, menyadari bahwa daun keberuntungan tak harus memiliki fisik serupa daun untuk membuatnya bahagia. :)

Hei, bukankah kita sering seperti itu? Manusia rela berkelana hingga ke ujung dunia untuk menemukan apa yang mereka sebut kebahagiaan, keberuntungan. 
Namun terkadang kita lupa, kebahagiaan yang dicari hingga jauh, acapkali berada dalam jangkauan. Tak perlu bersusah payah, hanya perlu membuka mata dan hati, ada banyak kebahagiaan yang mengelilingi. :)

Tak muluk-muluk, melihat senyum orang tua, itu sudah membuat saya merasa beruntung, beruntung karena masih bisa melihat mereka. Menghabiskan hari bersama keluarga, pacar, sahabat dan teman-teman. Mengetahui saya memiliki mereka pun sudah cukup untuk membuat saya merasa beruntung, bahagia dan utuh. :)

Episode Shinchan hari ini menyadarkan saya, tak perlu bersusah payah mencari daun berhelai empat untuk beruntung dan bahagia, karena saya sudah punya mereka yang selalu membuat saya merasa begitu..

My greatest gift :')

Teman sepanjang hayat :')

pharmacy girls :')
Sebagian dari Funtastic Family :')

 
Jadi, apa 4-leaf clover milikmu? :)

Rabu, 13 Agustus 2014

Karena ini waktunya...

Hai,
Selamat Idul Fitri, Teman-teman!
Mohon maaf lahir dan batin.. :)

Sedikit terlambat, namun tak apa kan? hehehe

Ngomong-ngomong, ini AGUSTUS!!!!
sudah Agustus, Kawan!
Tenang, saya menerima dengan tangan terbuka semua kado yang ingin kalian berikan pada saya. Hehe.
Ya,
tanpa terasa sudah Agustus lagi,
Agustus yang selalu membuat saya memutar apa yang telah berubah...

Saya menyadari bahwa saya tak lagi terbiasa melihat warna bibir saya yang pucat,
Setahun lalu, saya tak pandai memulas eyeliner,
kini, hal itu sudah bisa saya lakukan meski saya tetap lebih suka tak mengenakannya.

Jika kalian bertemu saya setiap hari, kalian akan tahu betapa cintanya saya pada keds hingga saya selalu mengenakannya nyaris kemanapun ; kampus, mall, dan tempat lain.
Lantas, setahun ini, tanpa saya sadari, saya lebih sering mengambil flatshoes sebagai alas kaki daripada keds yang menjadi kebanggaan dahulu.

Satu persatu dress dan rok mulai mengisi lemari pakaian,
meski tetap, paduan jeans dan kemeja masih menjadi kesukaan.

Hahaha...
Tampaknya hanya hal-hal remeh ya?
Tapi, memang tiba waktunya untuk berubah..
:)

Meski hanya dari keds ke bentuk sepatu yang lebih feminim atau sekadar mulai mengenakan dress dan make-up.

Karena seiring waktu, seiring bergantinya fase hidup, akan selalu ada penyesuaian-penyesuaian yang mengikuti.

Dan penyesuaian itu terjadi alami,
Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan lampau dengan lembut tanpa paksaan.

Saya tak suka memaksa diri melakukan perubahan (dalam hal tertentu saja), saya biarkan diri memilih apa yang membuatnya nyaman. Saya biarkan ia sendiri yang menentukan dan ia akan menuntun saya dengan begitu baiknya.

Bukan karena tren, ikut-ikutan, namun karena memang "Inilah waktunya."
:)