Selasa, 19 Januari 2016

Jam tangan milik Akas

Rantai jam tangan itu berwarna perak, dengan sentuhan nuansa emas di dalam bundaran penunjuk waktu .
Tidak banyak angka di dalamnya, hanya angka dari bahasa latin sebagai penunjuk tanggal, sisanya balok sebagai pengganti 12 angka pada jam.

Tidak ada yang istimewa,
Lalu?

Oh, sayangnya, jam tangan ini berbeda,

Karena jam tangan ini, diterima dengan sangat bahagia oleh seorang pria berambut putih berkulit sawo matang sebagai kado ulang tahunnya beberapa tahun silam.

Karena jam tangan ini, selalu terletak di meja merah tempat meletakkan gelas kopi, atau di atas lemari pendingin. Jika tak ada di sana, pastilah benda ini ada di pergelangan tangan kiri pemiliknya.

Karena jam tangan ini, selalu menjadi penanda untuk seorang wanita paruh baya menahan rindu pada suaminya, yang terpisah bukan lagi dengan jarak, namun dengan takdir bernama kematian.

Karena jam tangan ini,
Benda yang identik sekali dengan orang yang sangat kami cintai,

Jam tangan kesayangan (Alm.) Akas

:')

Share:

Kamis, 31 Desember 2015

Kenangan tanpa kamera

Dua senja lalu,
Di antara riuh pengunjung yang sibuk selfie di cafe yang tergolong hits di kota kecil ini,
Ada satu meja yang tak ikut mengeluarkan ponsel kemudian bergaya. Di meja yang penuh dengan segelas peppermint tea, vanilla latte dan secangkir espresso serta beberapa piring cemilan, yang terdengar hanya tiga suara bergantian bersahutan.

kala itu rinai, namun di meja itu suasananya cerah. Tawa renyah tak henti terdengar. Sembari sesekali deretan kalimat serius menceritakan mimpi dan ide atau sekadar opini menggantikan tawa.

Sederhana, sungguh sederhana..
Namun bermakna lebih dari sekedar kata.

Lupa, saya lupa kapan terakhir merasakan nikmat braingasm hingga saya lupa waktu. Saya lupa kapan terakhir saya menikmati waktu yang begitu berkualitas dengan membahas hal-hal hebat hingga mampu melepas dahaga saya akan pengetahuan baru.

Tidak, kami tidak berfoto barang sekalipun. Kami terlalu asyik berdiskusi hingga tak lagi mengenal teknologi. Menikmati sosialisasi nyata yang teramat langka.

Ah,
Sungguh hal sederhana yang mampu membuat jantung saya nyaris meledak bahagia.
Dan saya belajar satu hal, memori akan merekam lebih dari yang dapat kamera lakukan.

Share:

Sabtu, 17 Oktober 2015

Jangan langkahmu surut

Untuk kamu,

Apapun itu,
Biar saja,

Bagaimanapun nanti,
Jalani saja,

Jangan lagi bersandiwara,
Berakting sukacita di tengah lara,

Jangan lagi bohongi diri,
Jika memang terluka, tunjukkan saja

Tunjukkan saja semua resahmu, takutmu,
Jangan lagi mengiris nyawamu sendiri,

Menangislah hingga kau puas,
Ayo, pergilah, keluarkan saja

Setelahnya, dengarkan aku,

Hei,
Kedua kaki yang kau kira rapuh itu mampu membawamu melangkah sejauh ini,
Itu artinya kau kuat!

Tengoklah sejenak ke belakang,
Putar semua memori yang kau rekam,
 
Tak peduli betapa kuat angin menerjang
Hingga tubuh kecilmu terbang,
Kedua kakimu mampu kembali berdiri dan melangkah

Lalu, apa ini saatnya menyerah?

Hei, 
Tubuh ringkihmu jauh, jauh lebih hebat dari yang kau duga
Hatimu lebih luas dari dunia,
Pikiranmu saja yang terkotak takut

Hei, 
Jika semangatmu mundur,
Akan selalu ada tepukan di punggung sebagai penenang,
Akan selalu ada senyum terkembang sebagai penyejuk,
Akan selalu ada belaian Tuhan di setiap sujud

Silakan merasa takut,
Namun jangan langkahmu surut
:)

Share:

Dalam waktu yang abu-abu

Jika tangan ini mampu memperlambat waktu,
Akankah semua kan baik-baik saja?
Akankah sesak ini kan berkurang?

Jika malam lebih panjang,
Akankah lelah lenyap kala fajar menjelang?

Waktu,
Waktu,
Aku kehabisan waktu,

Tercekik di setiap detik yang berlalu,

Sedang jalan yang kakiku tuju, masih abu-abu...
Share:

Selasa, 27 Januari 2015

Teruntuk Senja yang Tertinggal di belakang

Kamu,
Seperti senja setelah siang yang cerah
Dengan guratan jingga nan hangat di pelupuk cakrawala
Indah,
Namun sekejap,

Pergilah,
Usah sungkan,

Aku kan terbiasa melangkah dalam kelam,
Bersama bulan yang sebentar lagi merangkak naik merajai malam
Menanti fajar baru ciptaan Tuhan
Sembari melupakan mu, senja yang datang terlalu dini

Mungkin suatu hari nanti kau ku kenang,
Hanya sebatas memori, tak lebih

Karena kamu, senja indah yang pergi terlalu cepat,

Senja indah yang tertinggal di belakang...

Share:

Minggu, 11 Januari 2015

Tentang Kehilangan

Hei,
dengar,
dengarkan sekali saja perkataan orang berhati dingin ini..

Tolong arahkan pandanganmu ke samping...
Adakah ia yang jemarinya biasa kau genggam di sana?
Jika ya, eratkanlah genggamanmu...

Untukmu yang tengah memeluk seorang berarti dalam hidupmu,
dekap dengan segenap hati,
hirup wanginya sebanyak kedua paru-mu mampu...

Kenang setiap kehadiran dan tawa yang terbagi bersama mereka terkasih,
bahkan, hargai gemuruh amarah dalam dada pada saat terkelam kalian,
resapi airmata yang berderai kala berbagi di titik terendah...

Meski enggan tuk mengingatnya kini,
tapi nanti,
nanti catatan-catatan itu kekal sebagai pengganti diri
Memori itu lah yang kau kan kenang dalam sunyi..

Nikmati setiap detik yang berlalu bersama mereka yang mencintaimu,
ciptakan momen-momen terbaik,

Karena,
takkan selamanya pertemuan itu kan ada,
tak selamanya kau bisa berlari memeluk, tertawa, bahkan bertengkar bersamanya

sudah hukum alam ketika ada pertemuan, kelak disusul perpisahan,
perpisahan yang tak mampu ditebak waktu berkunjungnya,

Suatu masa nanti, kau akan ditinggalkan,
persiapkan diri...
untuk kehilangan..


meski, manusia memang takkan pernah merasa siap untuk kehilangan..




Share:

Jumat, 07 November 2014

Hujan

Hujan turun lagi hari ini.
Kemarin...
Kemarin lagi, sehari sebelumnya,
bahkan
entah kapan terakhir kali langit berwarna biru

Namun...

Aku tak pernah sebahagia ini menikmati hujan,
merasakan dingin meresap hingga ke tulang tak pernah seindah ini
Sejak ia menjadi penanda kau pergi,
berjalan dalam gerimis meninggalkanku sendiri

Aku membenci basahnya, marah pada rasa dingin yang tertanam dalam setiap tetesnya,
berang pada rinai yang membawamu pergi,

Namun kini,
derai tetes hujan membuatku tertawa, tenggelam dalam cita

bahwa hujan yang menghapus pedih yang kau cipta,
dan aku,

Kembali menikmati hujanku,
tanpa terganggu bayangmu

Hujan yang membawamu pergi,
hujan pula yang membawa hidupku kembali...
:)

Share:

Jumat, 31 Oktober 2014

A sweet farewell...

Di sebuah teras yang dekat dengan jalan raya, sebuah meja yang lumayan penuh dengan cemilan, dan beberapa orang berlalu lalang, seorang pria bertubuh tinggi dan kurus mengenakan baju putih berdiri menghadap ke jalan, seolah menantikan sesuatu. Beliau sudah cukup lanjut usia, namun masih gagah dan bersuara lantang. Tangan kanannya memegang ponsel dan sepertinya agak kurang sabar menunggu orang yang dihubungi untuk menjawab panggilannya.

"Halo? Ini travelnya sudah di jalan. Sebentar lagi Bapak berangkat."

Aku menangkap nada gelisah di suara itu, suara yang sepertinya tak asing bagiku. Malah, sangat familiar. Lalu tiba-tiba aku melihat sekelebatan bayang wajah lawan bicara beliau di ujung telepon. Seorang perempuan. Perempuan yang amat ku kenal.

Aku berdiri, mematung menatap beliau dari samping kiri. Samar ku lihat lagi dari kejauhan sebuah kendaraan roda empat mendekat. Kemudian...
.
.
.
.
.
.
.
.
"Mobil travel Akas sudah jemput," ucap beliau lembut.


Dan...
Aku terjaga dari lelapku, serta tersadar...
hari itu, hari di mana aku memimpikan beliau adalah hari ke-40 kepergiannya. 

Terima kasih sudah datang untuk berpamitan, Akas.
Kapan-kapan, Akas datang lagi ya? Bisa kan?

Indah sayang Akas...

Terima kasih untuk pesannya agar terus sekolah, Kas.. :')

Share: