Jumat, 07 November 2014

Hujan

Hujan turun lagi hari ini.
Kemarin...
Kemarin lagi, sehari sebelumnya,
bahkan
entah kapan terakhir kali langit berwarna biru

Namun...

Aku tak pernah sebahagia ini menikmati hujan,
merasakan dingin meresap hingga ke tulang tak pernah seindah ini
Sejak ia menjadi penanda kau pergi,
berjalan dalam gerimis meninggalkanku sendiri

Aku membenci basahnya, marah pada rasa dingin yang tertanam dalam setiap tetesnya,
berang pada rinai yang membawamu pergi,

Namun kini,
derai tetes hujan membuatku tertawa, tenggelam dalam cita

bahwa hujan yang menghapus pedih yang kau cipta,
dan aku,

Kembali menikmati hujanku,
tanpa terganggu bayangmu

Hujan yang membawamu pergi,
hujan pula yang membawa hidupku kembali...
:)

Share:

Jumat, 31 Oktober 2014

A sweet farewell...

Di sebuah teras yang dekat dengan jalan raya, sebuah meja yang lumayan penuh dengan cemilan, dan beberapa orang berlalu lalang, seorang pria bertubuh tinggi dan kurus mengenakan baju putih berdiri menghadap ke jalan, seolah menantikan sesuatu. Beliau sudah cukup lanjut usia, namun masih gagah dan bersuara lantang. Tangan kanannya memegang ponsel dan sepertinya agak kurang sabar menunggu orang yang dihubungi untuk menjawab panggilannya.

"Halo? Ini travelnya sudah di jalan. Sebentar lagi Bapak berangkat."

Aku menangkap nada gelisah di suara itu, suara yang sepertinya tak asing bagiku. Malah, sangat familiar. Lalu tiba-tiba aku melihat sekelebatan bayang wajah lawan bicara beliau di ujung telepon. Seorang perempuan. Perempuan yang amat ku kenal.

Aku berdiri, mematung menatap beliau dari samping kiri. Samar ku lihat lagi dari kejauhan sebuah kendaraan roda empat mendekat. Kemudian...
.
.
.
.
.
.
.
.
"Mobil travel Akas sudah jemput," ucap beliau lembut.


Dan...
Aku terjaga dari lelapku, serta tersadar...
hari itu, hari di mana aku memimpikan beliau adalah hari ke-40 kepergiannya. 

Terima kasih sudah datang untuk berpamitan, Akas.
Kapan-kapan, Akas datang lagi ya? Bisa kan?

Indah sayang Akas...

Terima kasih untuk pesannya agar terus sekolah, Kas.. :')

Share:

Minggu, 26 Oktober 2014

Untuk Raja yang Sedang Rindu

"Kamu lagi apa? Udah makan? Kuliah ga hari ini?"
Begitu rentetan pertanyaan begitu beliau mendengar suaraku dari ujung telepon.
Dan percakapan tersebut berakhir 1 menit kemudian.

Bukan, kali ini bukan dari Mama, melainkan sang Raja, Papa.
Tak biasanya beliau menelpon. Biasanya yang bertugas untuk itu ya, Mama. 

Sebuah senyum terbentuk di wajahku kala mendengar pertanyaan-pertanyaan itu. Rupanya beliau sedang rindu dengan putri kecilnya.
Kecil?
Berapapun usiamu, kamu tetaplah putri kecil bagi Ayahmu.
Ya, di mata beliau, saya ini masih putri kecilnya yang (dulu) selalu melompat gembira ketika dibawakan majalah anak-anak dan boneka sebagai tanda mata. Dalam benaknya, saya ini masih putri kecilnya yang ceroboh dan cengeng pun manja.

Tapi, 
Putri kecilnya ini selalu suka dengan cara rajanya mengungkapkan perasaannya.

Ditilik dari pertanyaan-pertanyaan beliau, tak ada yang istimewa. Tapi, sang Putri sudah cukup pengalaman untuk tahu hati sang Raja.

Teruntuk Raja di hatiku,
Putrimu baik-baik saja. Ia sedang berusaha membaur dengan lingkungan dan membiasakan diri dengan hidup barunya.
Ya, tentu ia rindu rumah. Tentu ia rindu berada di dalam istanamu, menghabiskan waktu bersamamu dan sang Ratu. 
Dan... tentu saja ia merindukan dirimu, pria terhebat dalam hidupnya.

Maafkan putrimu yang meninggalkan rumah untuk kedua kali, 
Maafkan putrimu yang membuat tidurmu tak lelap karena mengkhawatirkan ia yang sendiri di daerah asing.
Maafkan putrimu yang membuatmu terlambat menyentuh makanan karena sibuk bertanya-tanya apa gadis kecilmu ini sudah mengisi perut kecilnya dan sejuta pertanyaan lain tentang harinya.

Ia takkan memintamu untuk tenang, karena kan sia-sia.
Ia hanya memintamu untuk percaya, bahwa ia akan baik-baik saja dan akan selalu berusaha begitu hingga nanti, saat di mana ia kembali mengetuk pintu istana dan memelukmu.

Ia hanya ingin dirimu tahu, bahwa ia juga merindukanmu...
dan ia pun tahu dirimu merindukannya meski tak pernah kata rindu terucap darimu.

Karena ia paham,




Cara orang tua laki-laki menunjukkan perasaannya itu lucu,
tanpa kata namun terasa.


Tenang saja,
putri kecilmu ini menyukainya. 
:')

Share:

Senin, 15 September 2014

Dari sebotol teh

Seorang gadis berjalan keluar dari sebuah apotek. Rambut kuncir kudanya sedikit berantakan. Lingkaran hitam di bawah matanya terlukis tebal pertanda tubuhnya telah lelah. Langkahnya kecil, menahan sakit pada kaki karena terlalu banyak berdiri seharian ini, dan beberapa hari terakhir. Pikirannya hanya satu : ISTIRAHAT. Yang ia inginkan hanya satu, bisa memejamkan matanya untuk melepas lelah dari praktek ini. Tugas dan lain-lain, biar sajalah. Remuk sudah rasanya sekujur badan.

Di sana, di halaman parkir apotek itu, seorang pria duduk di atas jok sepeda motor, menunggu sang gadis sembari sesekali menenggak minuman berelektrolit. Senyumnya terkembang melihat kekasihnya melangkah menghampiri. Ia tahu perempuannya begitu letih dan amat menghargai balasan senyum darinya. Disodorkannya jaket abu-abu pada pemilik mata coklat favoritnya untuk menghalau dingin angin malam beserta pertanyaan singkat tentang kegiatan hari ini.

Lalu,
"Ini teh botol siapa?"
"Buat kamu. Kamu pasti haus dan lelah setelah lama berdiri dan mengurusi ini-itu, kan? Ayo diminum."
"Oh ya? Thank you so much."

Yang tak pria itu tahu, di belakang punggungnya, sang gadis tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih (lagi) dalam diam karena merasa separuh lelahnya hilang seketika.


***


Ada ribuan cara mengatakan "Aku sayang kamu."

Salah satunya?


Dengan menyiapkan sebotol minuman pelepas dahaga.


***

Terima kasih, Kamu... :')

Share:

Minggu, 07 September 2014

Berdamai dengan masa lalu

I'm never going back,
the past is in the past
- "Let It Go" Idina Menzel (OST. Frozen)
Apa yang telah terjadi di masa lampau, maka biarkan ia tertinggal di sana.

Mudah.
Mudah untuk diucapkan, namun prakteknya? 
Tidak semudah itu bukan?

Manusia mana yang tak ingin menjalani hidup yang damai dan tenang, bahkan mungkin, ingin menjalani hidup tanpa sesuatu yang pernah ia sesali.

Siapa yang tak pernah berbuat salah? Atau, siapa yang mau ada suatu peristiwa buruk tercatat dalam sejarahnya, sesuatu yang membuatnya menyesal, terpuruk.
Setiap kita pernah berbuat salah, pernah pula mengalami hal-hal memalukan, menyakitkan dan sebagainya, yang tak pernah ingin kita kenang atau yang kita harap tak pernah terjadi. 

Sayangnya, kehidupan tak selalu memberikan langit cerah setiap hari. 

tapi, betapapun menyakitkan, hidup terus berjalan tanpa memberi jeda untuk menyembuhkan. Bahkan terkadang, goresan pisau kenangan tak indah itu masih terasa perihnya bertahun kemudian. Kepingan yang sama sekali tak ingin diingat, yang membangkitkan emosi negatif kala otak memainkan potongan gambarnya.

Apa tak lelah hidup seperti itu? 
Menyakiti diri sendiri yang sudah letih terjatuh dan menahan sakit. 

Mengapa tidak mencoba berdamai dengan masa lalu?

Alih-alih mengabaikan luka hingga menjadi borok, mengapa tidak dirawat hingga sembuh? Meski berbekas, itu lah kenangan buruk yang kita ubah menjadi baik. Parut itu yang akan mengingatkan kita untuk tidak mengulangi hal yang sama. 

Menyimpan api dendam dan marah tak membuat kita merasa lebih baik, justru semakin menyakitkan.. Alih-alih menyimpan emosi negatif yang memakan semua energi positif, mengapa tidak mencoba melepaskannya? 

Dengan memaafkan, merelakan, mengikhlaskan..

Maafkan diri yang pernah salah, yang pernah menyakiti. Maafkan pula mereka yang pernah membuat kesalahan dan membuatmu terluka.
Petik saja hikmahnya dan lanjutkan hidupmu dengan senyuman.
Tinggalkan yang telah berlalu di belakang,
biarkan tertinggal karena memang di sana tempatnya. 

Luka itu perlahan akan mengering dan energi positif akan dengan riang menggempur habis sang negatif. 

Percayalah,
Hidup akan terasa jauh lebih indah, dan hati menjadi lebih ringan.

Terdengar lebih baik, bukan?
:)




Share:

Jumat, 29 Agustus 2014

A Friend's birthday story

Hoam, 
sudah pagi lagi...
Uh, dan kembali menjalani rutinitas sejak umur 6 tahun... pergi ke sekolah.
Ups! Sebaiknya aku cepat atau aku akan terlambat (lagi).


Kelas pagi ini dibuka dengan pelajaran bahasa Inggris, yang diajar oleh seorang guru yang baik, dengan gaya mengajar yang unik. Sayang, aku tidak terlalu aktif di kelas beliau, tidak seperti beberapa teman di kelas. 

Oh! Bel masuk berbunyi!

Eh, tunggu! Rasanya tidak ada tugas, tapi kenapa Iin dan Merlin ke depan menenteng buku? Ah, biar saja. Mereka berdua memang kamus berjalan dan menyukai pelajaran bahasa Inggris.

"WHAT IS LOVE?"
Sepertinya aku tidak salah baca. Kacamata minus 3 ini masih baik fungsinya. Kalimat itu yang baru saja ditulis oleh beliau.  WHAT. IS. LOVE.

"Apa ada yang bisa menjelaskan apa yang baru saja saya tulis di papan?"
Tak ada tangan yang teracung ke atas. Tampaknya semua sedang memikirkan jawabannya, atau mungkin malah pikiran mereka masih mengawang-awang. hehehe.


"Bobby! Coba kamu yang jelaskan, ayo sini!"

Hah? Aku? 
Haish, dengan enggan aku melangkah maju. Padahal, belum ada sepatah katapun yang terpikirkan. Apanya yang harus kujelaskan? 

"Ayo, Bobby. Coba jelaskan."

Kini hampir empat puluh pasang mata menatap ke arahku. Dan sialnya, masih tidak ada kata yang terpikirkan. Aku sendiri pun tak pandai mendeskripsikan apa itu cinta.

Beberapa menit berlalu, aku masih berdiri di depan kelas dengan mulut terkunci. 
"Love is... Love is... Saya ga tahu, Bu." Akhirnya, hanya itu yang bisa kuucapkan.

"Hm.. coba pakai yang alat peraga," ujar beliau sembari memberikan... penghapus papan, "Coba kamu ekspresikan menggunakan alat ini."

Penghapus papan tulis? Hmmm... Ah, bagaimana jika...

"Apa perlu bantuan lagi, Bobby? Hm.. Kamu punya teman dekat di kelas?" tanya beliau.

"PUNYA, Buuuuuuuuuu!" seru mereka. 

Akhirnya seorang teman perempuan yang memang dekat denganku maju ke depan, diiringi dengan "CIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!" yang membahana ke seluruh penjuru kelas. 

Hm, aku tak terlalu peduli dengan sorakan itu. Ha! Aku memang tak suka meributkan hal-hal kecil. Toh, mereka juga pasti bercanda, biasalah, anak muda. Haha. Jadi, aku merasa biasa saja. Yang kupikirkan hanya APA YANG HARUS KU JELASKAN TENTANG PERTANYAAN INI.

Aku punya ide!

Kuberikan penghapus papan itu padanya, kubayangkan benda itu sebagai sesuatu, anggaplah seperti roti. Hehe. Lantas aku berjalan menjauh sembari menggumamkan, "No, no. It's for you. Free."

Sepertinya kata berhasil masih jauh dari inginku. Tak berhasil juga, beliau pun meminta temanku duduk. Sedang aku? setia berdiri di depan kelas. Entah sampai kapan. Otakku rasanya sudah kehabisan ide. Aku memang tidak kreatif sepertinya ya.

"Jadi, Bobby, kamu tidak bisa mendeskripsikannya?"

"Susah, Bu..."

Tiba-tiba tiga orang teman dekatku yang lain masuk ke kelas membawa kue ulang tahun. Nyanyian selamat ulang tahun berkumandang di kelas dengan keras. 

Seseorang menyodorkan kue tart persegi sederhana dengan tulisan "Happy 17th birthday, Bobby!" plus lilin dengan angka 17 dan gambar RAKET!!! Badminton! Whoa! Duniaku!

Tepuk tangan menggelegar saat aku meniup lilin. Guru bahasa Inggris kami maju dan menyalamiku, yang disusul dengan semua teman-teman.

Aku tak bisa berkata apa-apa selain mengucapkan terima kasih atas perhatian mereka. Rasanya, seumur hidup, baru kali ini aku mendapat kejutan ulang tahun.

Sejenak kemudian... baru aku tersadar, jadi selama hampir 30 menit tadi itu, aku hanya dikerjai? Hahahhaa. Niat sekali mereka. Aku benar-benar tak mengira jika aku sedang dikerjai, aku betul-betul serius menanggapi pertanyaan dari guru.

"Nah, Bobby. Ya, saya minta kamu maju karena ide dari teman-teman kamu untuk mengerjai kamu sedikit. hehehe. Tapi, saya kira kamu sudah dapat jawaban dari pertanyaan saya," ujar beliau lembut setelah aku kembali ke kursi ku dengan senyum sumringah.

"Tugas! untuk semua, dan juga untuk kamu, Bobby, tulis sebuah esai mengenai cinta atau kasih sayang, in English, of course."

Seisi kelas kembali tersadar bahwa sekarang jam belajar. Hehe.

hei! Rasanya aku sudah menemukan apa itu cinta!

Cinta bukan hanya tentang perasaan kepada pasangan, 
Cinta tak harus berupa ungkapan "I love you"

Menyiapkan sebuah pesta kejutan kecil untuk seorang teman dengan penuh ketulusan juga termasuk cinta.

Karena inti dari cinta adalah...

ketulusan untuk memberi, untuk peduli...


P.s: Rasanya aku tahu siapa si pemberi ide untuk kejutan ini. Dasar sobat ghibah Leo!

Share:

Minggu, 17 Agustus 2014

My 4-leaf clover story

Sebelumnya, 
Dirgahayu Indonesia! Enam puluh sembilan tahun berlalu sejak bendera merah putih kebanggaan pertama berkibar. Semoga Indonesia-ku jaya selalu, terjaga persatuan meski terbentang dari Sabang hingga Merauke.

Merdeka!

Ah, kebetulan sekali perayaan ini jatuh pada hari Minggu. Ehm, apa ada yang kesal karena hal ini? hihihi. *evil smirk*
Sudahlah, Kawan. :)

Hari Minggu... Hari Minggu...
Sepertinya otak saya sudah diatur dengan mode default bahwa hari Minggu itu harinya kartun. Hehe. Maklum, saya masuk generasi yang lahir pada era setiap akhir pekan selalu bertemankan Doraemon, Detective Conan (Dulu Det. Conan disiarkan setiap hari Minggu), Crayon Shinchan, dan lain sebagainya. Mulai jam 7 pagi hingga tengah hari, tak henti film animasi yang "ajaib" itu menemani saya. Dan saya bersyukur saya besar bersama kartun-kartun tersebut. :)

Namun, beberapa tahun belakangan, saya jarang menonton kartun Minggu pagi. Sampai tadi pagi, sembari sarapan, saya berinisiatif menyalakan tivi dan TADA! Crayon Shinchan! Dulu image bocah yang sekolah taman kanak-kanaknya tidak pernah selesai ini agak... Tapi sepertinya sudah berubah ya? I personally think that he is a nice and caring brother to Himawari and good friend for his pals.

Sembari mengunyah nasi gemuk, mata saya terpaku pada televisi. Sayang saya tidak menonton dari awal cerita. Sesaat TV menyala, tampak Shinchan dan teman-temannya berada di pinggiran sungai, mencari sesuatu-semacam tanaman- yang sayangnya, tak mereka temukan, namun malah menemukan sebuah dompet. Ketika mereka berbondong-bondong ke kantor polisi untuk menyerahkan dompet tersebut, saya sempat berpikir, jika anak-anak berusia 5 tahun di sana sudah mengerti untuk tidak mengambil apa yang bukan haknya, bagaimana dengan generasi (sangat) muda kita di sini? Apakah mereka akan berbuat hal yang sama? *sigh*

Selanjutnya, di sekolah, Masao terlihat muram. Sepertinya masih sedih karena tak menemukan tanaman yang ia inginkan. Gemas rasanya melihat bagaimana teman-temannya menghiburnya dengan menjanjikan akan mencari lagi selepas sekolah. Ah, ternyata mereka mencari Clover leaf. Bukan sembarang clover leaf, melainkan 4-leaf clover yang notabene langka.

Clover leaf, atau dalam bahasa Indonesianya Daun Semanggi, biasanya hanya berhelai tiga. Jika menemukan empat helai, artinya anda sangat beruntung karena kemungkinannya 1:10.000!! Mungkin dari sinilah muncul legenda barang siapa yang memiliki dan menyimpan 4-leaf clover hidupnya akan dipenuhi keberuntungan.

Aaaah, mungkin anak-anak yang selalu kecil ini diceritakan oleh guru mereka tentang legenda tersebut. Dan Masao, ingin sekali memilikinya agar hidupnya beruntung. Melihat Masao yang bersedih karena belum menemukan daun keberuntungan itu, gurunya, berkata, "Kamu tidak perlu mencari daun itu terlalu jauh, karena bisa saja daun itu ada di dekatmu." Beliau kemudian menggendong Masao dan Masao menemukan daun itu dalam sekejap mata, daun semanggi berhelai 4 itu ia temukan dalam teman dekatnya yang sedang berkumpul untuk menyusun rencana mencari daun untuk membuat Masao bahagia. 

Kemudian, Masao tertawa, menyadari bahwa daun keberuntungan tak harus memiliki fisik serupa daun untuk membuatnya bahagia. :)

Hei, bukankah kita sering seperti itu? Manusia rela berkelana hingga ke ujung dunia untuk menemukan apa yang mereka sebut kebahagiaan, keberuntungan. 
Namun terkadang kita lupa, kebahagiaan yang dicari hingga jauh, acapkali berada dalam jangkauan. Tak perlu bersusah payah, hanya perlu membuka mata dan hati, ada banyak kebahagiaan yang mengelilingi. :)

Tak muluk-muluk, melihat senyum orang tua, itu sudah membuat saya merasa beruntung, beruntung karena masih bisa melihat mereka. Menghabiskan hari bersama keluarga, pacar, sahabat dan teman-teman. Mengetahui saya memiliki mereka pun sudah cukup untuk membuat saya merasa beruntung, bahagia dan utuh. :)

Episode Shinchan hari ini menyadarkan saya, tak perlu bersusah payah mencari daun berhelai empat untuk beruntung dan bahagia, karena saya sudah punya mereka yang selalu membuat saya merasa begitu..

My greatest gift :')

Teman sepanjang hayat :')

pharmacy girls :')
Sebagian dari Funtastic Family :')

 
Jadi, apa 4-leaf clover milikmu? :)
Share:

Rabu, 13 Agustus 2014

Karena ini waktunya...

Hai,
Selamat Idul Fitri, Teman-teman!
Mohon maaf lahir dan batin.. :)

Sedikit terlambat, namun tak apa kan? hehehe

Ngomong-ngomong, ini AGUSTUS!!!!
sudah Agustus, Kawan!
Tenang, saya menerima dengan tangan terbuka semua kado yang ingin kalian berikan pada saya. Hehe.
Ya,
tanpa terasa sudah Agustus lagi,
Agustus yang selalu membuat saya memutar apa yang telah berubah...

Saya menyadari bahwa saya tak lagi terbiasa melihat warna bibir saya yang pucat,
Setahun lalu, saya tak pandai memulas eyeliner,
kini, hal itu sudah bisa saya lakukan meski saya tetap lebih suka tak mengenakannya.

Jika kalian bertemu saya setiap hari, kalian akan tahu betapa cintanya saya pada keds hingga saya selalu mengenakannya nyaris kemanapun ; kampus, mall, dan tempat lain.
Lantas, setahun ini, tanpa saya sadari, saya lebih sering mengambil flatshoes sebagai alas kaki daripada keds yang menjadi kebanggaan dahulu.

Satu persatu dress dan rok mulai mengisi lemari pakaian,
meski tetap, paduan jeans dan kemeja masih menjadi kesukaan.

Hahaha...
Tampaknya hanya hal-hal remeh ya?
Tapi, memang tiba waktunya untuk berubah..
:)

Meski hanya dari keds ke bentuk sepatu yang lebih feminim atau sekadar mulai mengenakan dress dan make-up.

Karena seiring waktu, seiring bergantinya fase hidup, akan selalu ada penyesuaian-penyesuaian yang mengikuti.

Dan penyesuaian itu terjadi alami,
Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan lampau dengan lembut tanpa paksaan.

Saya tak suka memaksa diri melakukan perubahan (dalam hal tertentu saja), saya biarkan diri memilih apa yang membuatnya nyaman. Saya biarkan ia sendiri yang menentukan dan ia akan menuntun saya dengan begitu baiknya.

Bukan karena tren, ikut-ikutan, namun karena memang "Inilah waktunya."
:)
Share: