Sabtu, 9 Oktober 2021
Akhirnya wisuda... Alhamdulillah...
Lega? Tentu, tak perlu ditanya. Legaaaa. Akhirnya selesai juga perkuliahan untuk magister. Dari sisi perfeksionis perempuan ini, kelulusan ini mengecewakan. Sangat. Bagaimana tidak? Hasil dan lama studi sudah jelas jauh di bawah standarnya (dan memang standarnya agak di luar nalar). Jangan tanya perihal sejumlah keruwetan yang harus dilalui, mulai dari drama keluar masuk IGD, scholarship yang harus dilepas, ganti pembimbing, ganti bidang tesis, sampai beberapa kali ganti judul . Belum lagi drama dari proposal hingga sidang tesis. Hahaha. Pokoknya, tidak ada yang sesuai dengan keinginan si picky ini.
Lalu, apa lagi? Kan yang penting beres? Iya.
Seandainya sesederhana itu..
Pagi wisuda, semua baik-baik saja. Masih dengan segala keribetan wisuda walaupun dilaksanakan secara daring. Seharian dihujani ucapan selamat. Suami membawakan buket bunga yang cantik dan selempang bertuliskan nama dan gelar baru. Semua baik-baik saja. Tapi malamnya, sesak menjalar ke seluruh dada diiringi tangis, karena merasa kosong, seperti ada yang hilang dari diri. I felt like something has been taken away from me, forcefully.
Ketika melihat kembali ke belakang, I do feel proud of my self, really. Toga hitam itu bukan hanya sekadar penanda studi formal yang telah usai, namun juga menjadi pengingat atas apa yang telah terjadi selama prosesnya. Untuk saya, perjalanan studi lanjutan ini bukan hanya tentang menambah ilmu, memperluas pandangan, bertemu orang-orang hebat, namun tentang bagaimana mengenal sisi lain diri yang tidak pernah diketahui kehadirannya, kemudian menerima dan merangkulnya dengan hangat. I did great, and I know it. Still, it kills me inside while I have reached the finish line.
Post-grad depression.
Sebuah istilah yang bahkan baru diketahui ada setelah menangisi wisuda berhari-hari. Iya, ada manusia yang setelah wisuda malah menangis berhari-hari, bukannya tertawa bahagia karena lepas dari status mahasiswa. Hahaha. Post-grad depression bukan istilah medis maupun diagnosa resmi, tapi merujuk pada kondisi depresi yang terjadi pada wisudawan setelah wisuda. Yes, you read it right, depresi setelah wisuda. Butuh waktu beberapa minggu untuk coping dengan situasi sampai akhirnya membaik.
Selesai? Belum.
Setelah banyak waktu dihabiskan untuk riset mandiri dan coping, didapati bahwa... manusia satu ini terkena post-grad blues karena meninggalkan kehidupan akademik. Bahwa berkutat dengan textbook dan jurnal, puluhan sesi diskusi ilmiah, duduk di kelas dan mendengarkan kuliah adalah sumber energi perempuan ini. Tak heran, begitu kuliah selesai, rasa hangat dalam diri lenyap, berganti dingin dan hampa. Lalu, untuk menenangkan otak yang tiap sebentar menuntut makanannya, maka webinar, self-study, reading list masuk dalam daftar to-do-list wajib. Harap dicatat, semua itu hanya side dish.
Makanan utamanya?
Tentu saja kembali merasakan atmosfir kampus.
:)
:') |